Kamis, 27 Desember 2012

Foto Kekejaman Tentara Belanda Diduga Peristiwa Westerling di Sulsel

Kita sama-sama tahu pembantaian Westerling adalah sebuah peristiwa pembunuhan kejam. Ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan terbunuh dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling. Peristiwa ini terjadi selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).

Raymond Pierre Paul Westerling (lahir di Istanbul, Turki Utsmani, 31 Agustus 1919 – meninggal di Purmerend, Belanda, 26 November 1987 pada umur 68 tahun) adalah komandan pasukan Belanda yang terkenal karena memimpin Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan dan percobaan kudeta APRA di Bandung, Jawa Barat.  
 
Foto buah tangan seorang bekas tentara Belanda dari Kota Enschede, Jacobus R, mengejutkan kalangan peneliti sejarah militer Belanda. Sejarawan Indonesia, Anhar Gonggong, meyakini foto yang menampilkan eksekusi warga Indonesia oleh tentara Belanda itu menggambarkan kekejaman Westerling di Sulawesi Selatan yang terjadi antara Desember 1946 hingga Maret 1947.

"Pembantaian yang dilakukan tentara Belanda yang terbesar itu dilakukan pada tahun 1946, yaitu ketika Belanda meledakkan kereta api di Kerobokan, Jawa Tengah, dan pembantaian yang dilakukan Kapten Westerling antara tahun 1946-1947 di Sulawesi Selatan," kata Anhar saat berbincang dengan detikcom, Rabu (11/7/2012).

Dalam peristiwa peledakan kereta api, sedikitnya 200 jiwa melayang. Sementara dalam tragedi di Sulawesi Selatan di mana tentara Belanda berupaya membuat teror pada masyarakat yang menentang pendirian Indonesia Timur, sebanyak 10 ribu orang lebih tewas dibantai. Meski di tahun 1946-1950 Belanda melakukan kejahatan HAM hampir di seluruh wilayah Indonesia.

"Dan Westerling mengakui itu dalam catatannya. Dia membunuh sekitar 2 ribu orang dan dia sendiri mengakui menembak 600 orang, namun hanya catatan saja dan tidak ada bukti visual yang menguatkan catatan tersebut," jelas Anhar.

Kejahatan yang dilakukan Westerling itu adalah dengan cara membawa pasukan dari desa ke desa dengan berjalan kaki, dari Sulawesi bagian selatan ke Sulawesi bagian utara (sekarang Sulselbar). Di tiap desa yang disinggahi, pasukan Westerling mengumpulkan setiap warga.

"Mereka diminta untuk menggali sendiri lubang dan kemudian ditanyai di mana pemimpin pasukan pemberontak. Bila tidak dijawab maka mereka akan ditembak dan masuk ke lubang yang telah digalinya itu," kata Anhar.

"Oleh karena itu, bila foto yang demikian itu menggambarkan seperti itu, bisa jadi itu adalah kejahatan yang dilakukan Belanda di Sulawesi Selatan," imbuhnya.

Meski itu termasuk pada kejahatan HAM, namum pemerintah Indonesia tidak dapat berbuat banyak, sama halnya seperti tragedi Rawagede. Anhar menjelaskan pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia pada tahun 1950, akan membuat pengadilan Belanda memberikan pertimbangan bila peristiwa yang terjadi tahun 1945-1950 tersebut terjadi di dalam wilayah Kerajaan Belanda.

"Akibatnya masyarakat hanya akan mendapatkan kompensasi saja," ujar Anhar seraya menambahkan hingga saat ini Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia tahun 1950.

Temuan foto tersebut, imbuh Anhar, diharapkan dapat menjadi bukti otentik terkait aksi pelanggaran HAM yang dilakukan Belanda kepada warga Indonesia. Anhar sendiri sudah dihubungi oleh peneliti dari Belanda untuk membicarakan foto yang saat ini menjadi perbincangan di kalangan ahli sejarah di Belanda.

Sebelumnya diberitakan, untuk pertama kali dalam sejarah muncul foto-foto eksekusi yang dilakukan oleh militer Belanda selama tindakan agresi di Indonesia. Foto-foto tersebut berasal dari album pribadi Jacobus R. yang merupakan seorang prajurit Belanda.

Dalam foto itu terlihat likuidasi tiga orang Indonesia. Mereka berdiri membelakangi peleton tembak di tepi sebuah parit pada saat mereka mulai ditembaki. Dengan kata lain mereka ditembak mati dari arah belakang.

Parit tersebut, seperti terlihat pada foto kedua, penuh dengan mayat orang-orang Indonesia yang telah lebih dulu dieksekusi. Sementara di tepi parit berdiri dua tentara Belanda, dikenali dari seragam mereka.

Para ahli dari Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie/NIOD (Lembaga Dokumentasi Sejarah Belanda) dan Nederlandse Instituut voor Militaire Historie/NIMH (Lembaga Sejarah Militer Belanda) mengatakan bahwa foto-foto tersebut belum pernah terlihat sebelumnya.

"Itu bukan foto-foto biasa dan pastinya tidak setiap tentara Belanda membawa pulang foto-foto seperti ini ke rumah," ujar pegawai NIMH kepada De Volkskrant (10/7/2012).

Demikian juga pada NIOD foto-foto sejenis itu belum pernah ada. "Kami mempunyai banyak album di sini. Kami menunggu suatu saat muncul foto-foto seperti itu dan inilah saatnya. Saya sendiri sebelumnya belum pernah melihatnya," cetus Rene Kok, peneliti foto pada NIOD.
 
 
Foto Otentik Bukti Kejahatan HAM Belanda di Indonesia
 
Belanda menolak minat Indonesia untuk membeli main battle tank Leopard 2 dengan alasan HAM. Soal HAM, bagaimana dengan Belanda sendiri? Dari foto-foto ini terlihat rekam jejak kekejaman dan kejahatan HAM Belanda di Indonesia.

Untuk pertama kali dalam sejarah muncul foto-foto eksekusi yang dilakukan oleh militer Belanda selama tindakan agresi di Indonesia. Foto-foto tersebut berasal dari album pribadi Jacobus R., seorang prajurit Belanda.

Dalam foto itu terlihat likuidasi tiga orang Indonesia. Mereka berdiri membelakangi peleton tembak di tepi sebuah parit pada saat mereka mulai ditembaki. Dengan kata lain mereka ditembak mati dari arah belakang.

Parit tersebut, seperti terlihat pada foto kedua, penuh dengan mayat orang-orang Indonesia yang telah lebih dulu dieksekusi. Sementara di tepi parit berdiri dua tentara Belanda, dikenali dari seragam mereka.

Pertama Kali

Para ahli dari Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie/NIOD (Lembaga Dokumentasi Sejarah Belanda) dan Nederlandse Instituut voor Militaire Historie/NIMH (Lembaga Sejarah Militer Belanda) mengatakan bahwa foto-foto tersebut belum pernah terlihat sebelumnya.

"Itu bukan foto-foto biasa dan pastinya tidak setiap tentara Belanda membawa pulang foto-foto seperti ini ke rumah," ujar pegawai NIMH kepada De Volkskrant (10/7/2012).

Demikian juga pada NIOD foto-foto sejenis itu belum pernah ada. "Kami mempunyai banyak album disini. Kami menunggu suatu saat muncul foto-foto seperti itu dan inilah saatnya. Saya sendiri sebelumnya belum pernah melihatnya," cetus Rene Kok, peneliti foto pada NIOD.

"Saya sungguh terguncang ketika saya melihat foto-foto itu," imbuh Kok dikutip NRC Handelsblad (10/7/2012).

Menurut Kok, lembaganya meyakini foto-foto seperti itu dimungkinkan ada, sebab banyak prajurit Belanda saat itu membawa kamera.

"Tapi foto-foto yang ada umumnya tentang kesetiakawanan, makan-makan dan panorama. Pembantaian secara bijak tidak diabadikan. Namun ternyata tak seorang pun melarang prajurit ini untuk memfoto (pembantaian itu)," demikian Kok.

Para sejarawan Belanda yang dimintai pendapatnya tidak meragukan otentisitas foto-foto tersebut. Namun kepastian lokasi dan fakta-fakta eksekusi masih belum jelas. Penelitian lebih lanjut kemungkinan dapat menghasilkan detil lebih banyak.

Prajurit dari Enschede

Pembuat foto itu, Jacobus R, adalah prajurit Belanda dari kota Enschede, saat ini telah meninggal dunia. Dia dikirim ke Indonesia dalam satuan artileri pada 1947, segera setelah aksi Agresi Militer I dan baru ditarik kembali pada 1950, seusai penyerahan kedaulatan.

Dalam sejarah korps satuannya tidak pernah dibuat laporan mengenai eksekusi tersebut. Diduga satuan artileri tersebut hanya memberi dukungan pada Pasukan Khusus atau satuan infanteri, yang melaksanakan eksekusi.

Sepanjang hayatnya Jacobus tidak pernah membicarakan secara terbuka mengenai keberadaan foto-foto itu. Album pribadinya itu kemungkinan tidak akan pernah mendapat perhatian, seandainya tidak ditemukan di bak sampah di Enschede.

Tidak diketahui siapa yang membuang album tersebut di tempat itu. Jacobus sendiri tidak mempunyai anak dan di tahun-tahun terakhir dia hidup seorang diri.

Sebelumnya eksekusi-eksekusi yang terkenal adalah di Rawagede (Jawa) dan Sulawesi Selatan. Para ahli waris korban Rawagede telah mendapat ganti rugi pada tahun lalu.

Saat ini Belanda masih harus menanggapi gugatan yang telah resmi dimasukkan (ke pengadilan Arnhem) mengenai pembantaian oleh pasukan pimpinan Kapten Westerling di Sulawesi Selatan. Berapa tepatnya jumlah korban tewas dalam dua pembantaian itu tidak jelas.

Sumber:news.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar